Pada pertemuan lalu kita sudah memulai pembahasan tentang faktor-faktor penyebab anak berbohong. Berikut kelanjutannya:
- Sebagai gurauan
Tentu Anda semua tahu jenis bohong yang satu ini. Sebagian orang sengaja bohong dengan dalih bergurau. Mereka lupa bahwa kebohongan adalah satu keburukan dan tetap dinamakan kebohongan, baik serius atau bergurau. Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam selalu berkata benar walaupun saat bercanda. Beliau sering mengajak mereka bercanda dan bersenda gurau, mengambil hati mereka dan membuat mereka senang.
Abu Hurairah radhiyallahu’anhu menceritakan, “Para sahabat bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihiwasallam, “Wahai Rasulullah, apakah engkau juga bersenda gurau bersama kami?”. Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam menjawab, “Tentu. Hanya saja aku selalu berkata jujur”. HR. Ahmad dan dinilai sahih oleh al-Albany.
Anas radhiyallahu’anhu menuturkan pada kita salah satu bentuk canda Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam, ia berkata, “Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam pernah memanggilnya dengan sebutan, “Wahai pemilik dua telinga!”. HR. Abu Dawud dan dinilai sahih oleh adh-Dhiya’ al-Maqdisy dan al-Albany.
Adapun cara mengatasi kebiasaan berbohong dalam candaan adalah: dengan tidak mendorong anak-anak berbohong, tidak tertawa karena gurauan atau humor seperti ini, serta memberikan alternatif lainnya.
- Menghindari hukuman dan mencari keselamatan
Anak kecil adakalanya belajar bahwa kebohongan mampu menghindarkan dari hukuman atau larangan orang tua. Terutama bagi orang tua yang enggan berdialog dan mengidentifikasi permasalahan. Juga tidak memberi kesempatan belajar, enggan memaafkan atau menerima alasan.
Bohong semacam ini seringkali terjadi dalam keluarga yang berlebihan dalam menerapkan aturan terlalu ketat dan senang menakut-nakuti serta mengancam dengan berbagai sanksi.
Untuk mengatasi hal ini: perhatikan metode pengasuhan Anda. Apakah Anda sangat bergantung pada hukuman fisik atau berteriak untuk memberitahu anak-anak bahwa Anda sedang marah? Jika anak-anak benar-benar takut pada Anda, maka akan sulit bagi mereka untuk mengatasi kebohongan seperti ini.
Jangan selalu fokus dengan hukuman
Saat si kecil berbohong, jangan langsung memikirkan akan menghukum anak. Karena, sikap orangtua seperti ini, justru akan membuat anak semakin sering berbohong untuk menghindari hukuman.
Ubah kebiasan tersebut dengan menerapkan konsekuensi. Bahwa setiap perilaku anak yang negatif dan positif ada konsekuensinya. Termasuk ketika anak ketahuan berbohong maka konsekuensi yang harus diterima anak adalah belajar untuk meminta maaf dan tidak mengulang perilaku tersebut.
Jika kita ingin memberikan anak hukuman karena kesalahannya, maka hukumlah dengan ‘adil’. Dalam artian, tidak setiap kesalahan anak harus mendapatkan hukuman yang berat. Lihat dan pertimbangkan seberapa berat kesalahan anak dan hukuman apa yang paling tepat untuknya.
Misalnya, anak menumpahkan air. Ini adalah perkara yang sepele sebenarnya. Bisa jadi anak tidak sengaja melakukannya. Maka berikan ia konsekuensi, untuk mengambil lap dan mengeringkan airnya dengan bantuan Anda.
Hukuman yang terlalu berat dan sering dapat menimbulkan rasa takut pada anak yang dapat mendorong anak untuk berbohong.
Bersambung…
@ Pesantren “Tunas Ilmu” Kedungwuluh Purbalingga, 1 Shafar 1436 / 24 Nopember 2014